Black Friday telah lama dikenal dengan angka penjualannya yang besar

Statistik Black Friday

Pembeli Black Friday menghabiskan lebih dari 7 miliar poundsterling tahun lalu, namun sebagian besar orang melewatkan tren di balik angka-angka tersebut. Anda mungkin berpikir bahwa ini adalah tentang mendapatkan harga terendah, namun statistik menunjukkan hal yang berbeda tentang kemana uang Anda sebenarnya pergi. Mari kita uraikan angka-angka tersebut dan mengungkap apa yang dikatakan data tentang kebiasaan Anda saat Black Friday.c



Ruang Tunggu Virtual dengan peringkat tertinggi di G2 dan SourceForge
Kami memiliki skor bintang 5.0 / 5 yang sempurna!

Klien Kami yang Bahagia Mengatakan

 

Belanja Online vs Belanja di Toko

Pertarungan antara belanja online dan belanja di dalam toko terus membentuk dinamika Black Friday. Masing-masing memiliki keunggulan dan tantangannya sendiri.

Pertumbuhan E-commerce

Belanja online telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat selama Black Friday. Kenyamanan berbelanja dari rumah, menghindari keramaian dan antrian, merupakan daya tarik utama bagi banyak konsumen. Dalam beberapa tahun terakhir, penjualan online telah melonjak, dengan sejumlah besar transaksi yang terjadi secara digital.

Para pengecer telah memanfaatkan hal ini dengan berinvestasi lebih banyak pada platform e-commerce mereka. Fungsionalitas situs web yang ditingkatkan, waktu muat yang lebih cepat, dan antarmuka yang ramah pengguna telah menjadi standar. Fokus pada peningkatan pengalaman belanja online ini semakin mendorong preferensi konsumen terhadap pembelian digital.

Namun, dengan pertumbuhan ini, muncul tantangan logistik pengiriman. Peritel perlu memastikan pengiriman tepat waktu untuk memenuhi harapan pelanggan. Seiring dengan meningkatnya permintaan, begitu pula kebutuhan akan jaringan pengiriman yang efisien, menjadikan logistik sebagai aspek penting dari pengalaman berbelanja online.

Mengubah Dinamika Dalam Toko

Terlepas dari maraknya belanja online, pengalaman berbelanja di toko tetap menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Black Friday. Banyak konsumen yang masih menikmati sensasi mengunjungi toko fisik, berburu penawaran, dan merasakan langsung kehebohan belanja.

Peritel telah beradaptasi dengan meningkatkan pengalaman di dalam toko. Menawarkan penawaran eksklusif di dalam toko, layanan pelanggan yang lebih baik, dan tampilan interaktif adalah beberapa cara untuk menarik pengunjung. Selain itu, konsep klik-dan-kumpulkan telah mendapatkan popularitas, yang memungkinkan konsumen untuk membeli secara online dan mengambilnya di toko. Pendekatan hibrida ini menggabungkan kenyamanan belanja online dengan kesegeraan pembelian di toko.

Namun, tantangan bagi peritel adalah menjaga keamanan dan mengelola kerumunan secara efektif, terutama setelah adanya masalah kesehatan global. Memastikan lingkungan belanja yang aman adalah hal terpenting untuk menjaga agar pelanggan tetap kembali.

Wawasan Perilaku Konsumen

Memahami apa yang mendorong konsumen adalah kunci untuk memprediksi tren Black Friday di masa depan. Mari kita telusuri demografi dan psikologi di balik kebiasaan berbelanja.

Demografi dan Preferensi

Black Friday menarik beragam pembeli, masing-masing dengan preferensi yang unik. Sementara konsumen yang lebih muda sering mencari gadget teknologi terbaru, pembeli yang lebih tua mungkin fokus pada barang-barang praktis seperti peralatan rumah tangga. Keragaman ini menciptakan cakupan pasar yang luas bagi para peritel.

Menariknya, demografi milenial telah menunjukkan preferensi yang kuat untuk belanja online. Kelompok ini menghargai kenyamanan dan sering kali membuat keputusan pembelian berdasarkan ulasan online dan pengaruh media sosial. Di sisi lain, demografi yang lebih tua mungkin lebih memilih belanja di dalam toko karena pengalaman sentuhannya.

Memahami preferensi ini membantu peritel menyesuaikan upaya pemasaran mereka, memastikan mereka menjangkau audiens yang tepat dengan pesan yang tepat. Dengan memenuhi kebutuhan yang beragam, mereka dapat memaksimalkan jangkauan mereka selama Black Friday.

Faktor Psikologis

Psikologi memainkan peran penting dalam belanja Black Friday. Sensasi mendapatkan barang murah memicu rasa puas, menjadikannya pengalaman yang berharga bagi banyak orang. Peritel sering menggunakan taktik kelangkaan, seperti penawaran dengan waktu terbatas, untuk mendorong urgensi dan meningkatkan penjualan.

Konsumen juga mengalami rasa takut ketinggalan (FOMO), yang dapat menyebabkan keputusan pembelian impulsif. Pemicu psikologis ini sangat kuat, mendorong pembeli untuk melakukan pembelian yang mungkin tidak mereka rencanakan.

Faktor lainnya adalah bukti sosial. Melihat orang lain membeli produk yang sedang populer dapat memengaruhi keputusan pembelian. Peritel memanfaatkan hal ini dengan menampilkan penawaran populer dan menyoroti produk yang sedang tren, sehingga menciptakan gebrakan yang sulit ditolak.

Masa depan Black Friday

Seiring dengan perkembangan Black Friday, apa yang akan terjadi di masa depan? Mari kita telusuri prediksi dan potensi perubahan dalam kebiasaan berbelanja.

Prediksi untuk Tahun-tahun Mendatang

Ke depannya, Black Friday kemungkinan akan menjadi lebih digital. Seiring dengan kemajuan teknologi, kita dapat mengharapkan penekanan yang lebih besar pada belanja online. Virtual reality (VR) dan augmented reality (AR) dapat merevolusi cara kita berbelanja, menawarkan pengalaman yang imersif dari kenyamanan rumah kita.

Keberlanjutan juga akan memainkan peran penting. Ketika konsumen menjadi lebih sadar lingkungan, peritel mungkin perlu beradaptasi dengan menawarkan produk yang berkelanjutan dan praktik yang lebih transparan. Pergeseran ini dapat mengubah definisi Black Friday, dengan tidak terlalu berfokus pada volume dan lebih pada konsumsi yang etis.

Terakhir, kita mungkin akan melihat peningkatan penawaran yang dipersonalisasi. Dengan analisis data, peritel dapat menawarkan diskon yang disesuaikan, meningkatkan pengalaman berbelanja dan meningkatkan loyalitas pelanggan.

Potensi Perubahan dalam Kebiasaan Berbelanja

Pembeli menjadi lebih cerdas dalam berbelanja. Tren ke arah minimalis dan pengeluaran yang bijaksana dapat berdampak pada Black Friday, menggeser fokus dari kuantitas ke kualitas. Konsumen mungkin akan memprioritaskan pembelian yang berarti dibandingkan pembelian impulsif.

Selain itu, integrasi teknologi pintar ke dalam rumah dan perangkat dapat mengubah kebiasaan berbelanja. Dengan asisten pintar, konsumen dapat dengan mudah membandingkan harga dan menemukan penawaran terbaik, sehingga mereka menjadi pembeli yang lebih terinformasi.

Meskipun Black Friday akan terus menjadi acara ritel utama, masa depannya kemungkinan akan mencerminkan perubahan sosial yang lebih luas. Tantangan bagi para peritel adalah beradaptasi dengan perubahan ini, memastikan mereka tetap relevan dalam lanskap yang berubah dengan cepat.


Ribuan organisasi terkemuka mempercayai
solusi antrian kami

Customer 1 Customer 2 Customer 3 Customer 4 Customer 5 Customer 6

Tingkatkan Pendapatan dengan Queue-Fair

Memulai